N
|
enek Jompo Duafa,
yang pada saat Penjajahan Negeri Indonesia dahulu; semua harta bendanya sering
dijarah oleh para Penjajah Belanda dan juga Jepang, Almarhum suaminya sendiri mantan
“Pejuang
Rakyat Laskar Pagar Betis Indonesia” yang telah turut me-merdeka-kan
Negara Republik Indonesia telah wafat pula. Sejak itu Nenek Jompo Duafa ini ditelantarkan
Anak-Anak-nya; dan juga terdapat Surat Pernyataan Bahasa Jebakan, Nenek Jompo Duafa
ini-pun benar-benar seperti TERJEBAK tidak ber-Hak Atas kepemilikan Tanah Kebun,
Tanah Sawah dan Tanah Rumahnya sendiri yang diambil Anak-Anaknya (Faktor
Kepentingan & Manfa’at) dan Nenek Jompo Duafa ini semakin susah mencari
nafkah hingga di usia senjanya sekarang 91 Tahun, fisiknya telah lemah,
berjalannya telah bongkok, pendengarannya telah berkurang dan sering
sakit-sakitan pula. NKRI tidak akan pernah merdeka tanpa turut serta para
Pejuang Rakyat salah satunya Laskar Pagar Betis Indonesia dan Pengorbanan Nenek
Jompo Malang yang semua Harta Benda-nya dahulu sering sekali dijarah para
Penjajah NKRI, anggota keluarga Nenek Jompo Duafa ini-pun dahulu sering
bersembunyi dan berlindung juga tidur di lubang-lubang (terowongan-terowongan) bawah
tanah serta parit-parit demi mengamankan nyawa semua anggota keluarganya pada
saat Perang Dunia Ke-2 berlangsung, termasuk perang dengan para pemberontak
lainnya. Kita bantu bersama kembali kepada para Pejuang Rakyat Kecil “Nenek
Jompo Duafa” selagi masih ada waktu dan kesempatan saling membantu sesama Umat
Manusia.
=====o0o=====
Nenek Jompo
Duafa bernama “Ijriani Johariana” (Nama Disamarkan) dilahiran pada Tanggal 19 Bulan Juli Tahun 1929 silam di
sebuah Kota Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) ini, tentunya ketika penjajahan para penjajah masih bergejolak
di Bumi NKRI ini. Seperti kita ketahui bersama, pada saat zaman penjajahan
dahulu sebagai Perang Dunia Ke-2 yang berakhir pada Kemerdekaan NKRI Tahun 1945
yang berdaulat sangat mengerikan bagi kita semua. Suka dan duka para pejuang
dan Rakyat Indonesia sangat luar biasa sekali, sangat menggetarkan hati dan
perasaan kita semua sebagai generasi penerusnya, yang telah lepas dari
cengkraman dan penjarahan para penjajah Bangsa Asing seperti yang dilakukan
oleh salah satunya anggota keluarga Nenek Jompo Duafa ini, sebagai salah satu saksi
nyata ketika Zaman Penjajahan Belanda dan Jepang sekaligus penjarahan secara
masif dan serentak pada zaman dahulu kala.
Selain para
Pejuang Nasional Indonesia, di NKRI ini juga terdapat beberapa Pejuang Rakyat Jelata
sesuai dengan nama tempatnya masing-masing daerah yang bersangkutan, dalam hal
ini di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat terdapat Anggota Pejuang Rakyat
Laskar Pagar Betis Indonesia, yang juga turut serta berhadapan dengan para
Penjajah Asing itu pula demi Kemerdekaan NKRI ini. Siap atau tidak siap,
seluruh Rakyat Indonesia baku hantam melawan dan mengusir para penjajah itu
dari Bumi NKRI ini dengan segala sisikonya termasuk penjarahan harta benda dan
nyawa taruhannya tanpa kecuali. Suami Nenek Jompo Duafa bernama “Emil
Usmaryanto” (Nama Disamarkan) ini-pun sebagai salah seorang Pejuang Rakyat
Laskar Pagar Betis Indonesia bersama yang lainnya yang harus siap berhadapan
dengan para penjajah dan para pemberontak yang merongrong pada NKRI ini,
merelakan harus berpisah dengan seluruh anggota keluarganya hingga sempat
ditahan dan sekaligus sebagai sandera para penjajah itu bahkan melakukan kerja
paksa atau romusha dan/atau rodi, namun pada kesempatan lain suami Nenek Jompo
Duafa ini dapat melepaskan diri kabur kembali dan bergabung dengan para Anggota
Pejuang Rakyat Laskar Pagar Betis Indonesia itu di kawasan Gunung Ciremai Provinsi
Jawa Barat, Gunung Tertinggi di Provinsi Jawa Barat, suami Nenek Jompo Duafa
ini-pun setelah Kemerdekaan NKRI ini tidak lama kemuadian wafat, tangan
kanannya patah dan/atau lumpuh tidak berfungsi lagi hingga kahir hayatnya, dan
yang menafkahi-nya Nenek Jompo Duafa ini pula dengan berusaha keras sebagai seorang
Janda yang telah dikaruniai beberapa orang anak, dengan menerima jasa menjahit
pakaian warga sekitar.
Seiring berjalannya
waktu; Nenek Jompo Duafa janda ini-pun ter-rekayasa oleh sikap dan perilaku anak-anaknya
sendiri yang beraneka ragam cara dan bahasa demi “Kepentingan dan Manfa’at”
pada Ibu kandungnya sendiri, dalam hal ini faktor ekonomi, edukasi dan
lain-lain, bahkan terdapat Surat Rekayasa Jebakan jika Nenek Jompo Duafa
ini-pun tidak berhak atas semua tanah-nya termasuk rumahnya itu sendiri,
sebagai Bahasa Isyarat atau Gesture Nenek Jompo Duafa ini tidak ber-hak tinggal
dirumahnya sendiri termasuk semua tanah warisan Almarhum suaminya itu yang pada
telah dibagikan secara tidak adil secara sepihak oleh anak-anaknya sendiri, dan
ketika Nenek Jompo Duafa ini akan memberikan saran yang lebih baik pada
ditolaknya mentah-mentah dengan komentar-komentar sangat tidak baik sekan-akan
seorang Ibu Janda Tua itu telah tidak berfungsi lagi dalam keluarganya, hanya
akan diberi uang makan saja yang kenyataannya hanya isapan jempol belaka. Teori
dan komitmen anak-anak-nya pada tidak sama dengan prakteknya.
Sejak itu Nenek
Jompo Duafa yang semakin sepuh dan renta ini semakin susah mencari nafkah dan lain-lain.
Anak-anaknya yang yang delapan orang anak itu pada terpisah tinggal di Palembang,
Bandung Jawa Barat, Bekasi Jawa Barat, Jakarta dan Kuningan itu sendiri pada
sibuk mengurusi dirinya masing-masing. Akhirnya Nenek Jompo Duafa Renta ini sering
menjual sayuran dari kebun tetangga depan rumahnya yang pada dasarnya untuk
kebutuhan sehari-hari-pun masih kurang bahkan berbicara pada menulis “Masa saya
harus makan dengan garam sama dengan pada zaman penjajahan dahulu..!?”. Nenek
Jompo Duafa juga trauma dengan sikap dan perbuatan anaknya bernama “Nardi” (Nama
Disamarkan) dengan berbagai alasannya masing-masing karena banyak hal dan/atau
faktor kepentingan dan manfa’at, sekan-akan sebagai Bahasa Isyarat tidak ikhlas
memberikan uang itu Ibu Kandungnya sendiri dengan pertimbangan lain dan
memiliki versi pandangan yang lain pula, padahal dalam waktu yang bersamaan
Nenek Jompo Duafa Renta ini sangat mebutuhkan biaya untuk segala hal khususnya
buat biaya berobat ke dokter dan sekaligus berobat jalan karena secara fisik Nenek
Jompo Duafa ini telah renta.
Bagi lingkungan
sekitar salah seorang Ibu Janda renta isteri Almarhum Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
ini, sepertinya faktor kemiskinan, edukasi dan lain-lain khususnya didalam anggota
keluarganya sangat berpengaruh dan dominan sekali. Masing-masing pada memiliki
argumen dan versinya masing-masing pula dari sudut pandang yang berbeda-beda
pula. Namun kenyataannya Kisah Nyata Nenek Jompo Duafa Renta ini nyata sekali
dihadapan kita semua. Dalam waktu yang bersamaan, tanah sawah masih di kawasan
Kuningan Jawa Barat, milik salah satu anakanya yang sejak kecil besar 36 tahun lebih
di Jakarta (Penulis) terkena pembebasan untuk jalan baru, dan dengan baik
hatinya uang tananhnya dipakai habis untuk biaya bayar hutang-hutang dan biaya-biaya
perlindungan lain demi Ibu Janda Renta / Nenek Jompo Duafa ini, namun sangat
disayangkan, salah seorang anaknya (Penulis) ini juga terkena fitnah yang
lainnya seakan-akan tanah sawah dijual untuk ber-poya-poya dan lain-lain,
membuat sosok Nenek Jompo Duafa ini juga semakin turut tersinggung dan sakit hati
pula akan kejadian ini, terlebih-lebih Penulis juga ter-usir dari lingkungan
anggota keluarga Nenek Jompo Duafa ini pula. Bahkan terjadi berbagai ancaman
pengusiran, tekanan mental, dan perseteruan keluarga dari perbedaan pendapat
masing-masing hingga akhirnya Nenek Jompo Duafa dan Penulis terancam 2 Senjata
Tajam (MA’AF; Golok-golok) yang telah di-asah pula sesuai Nardi tersebut dan
lima orang anak Nenek Jompo Duafa yang lainnya demi kepentingan dan manfa’at
mereka. Niat baik Penulis membantu Nenek Jompo Duafa namun malah sebaliknya
difitnah dan lain sebagainya seakan-akan mempersulit niat faktor kepentiangan
dan manfa’at mereka itu. Kini Penulis dan Nenek Jompo Duafa diasingkan oleh
mereka dirumah sengketa dengan berbagai ancaman yang nyata; ancaman kekerasan
fisik dan tekanan mental secara nyata dan selamanya demi kepentingan dan
manfa’at. Bahkan jika-pun Penulis dan Nenek Jompo Duafa tiba saat-nya kembali
alam kubur, mereka tidak akan pernah ikut campur dan tidak mau ikut dalam
segala hal, kecuali mendapatkan faktor kepentingan dan manfa’at itu.
Dan kini Nenek
Jompo Duafa Renta ini secara fisik yang telah berusia senja ini 91 Tahun sering
sakit-sakitan terus, sering terjatuh baik diluar rumah dan dikamar mandi atau
dapur dan lain-lain, berjalannya telah semakin bongkok, melakukan ibadah shalat
5 waktu sehari-pun sambil duduk kakinya diluruskan ke arah qiblat pula, air
mata Ibu dari delapan anak ini sering menetes kadang sambil mengaji Al-Qour’an
pula disaksikan penulis yang terancam secara mental dan kekerasan ini.
Sementara biaya berobat dan lain-lain berjalan terus demi kelangsungan hidupnya
yang semakin renta di susia senja-nya ini. Uang makan yang pernah dijanjikan
ketika pembagian tanah sawah, tanah darat, rumah dan lain-lainnya macet dan
hanya isapan jempol belaka. Nenek Jompo Duafa Renta ini sering mengeluh bahkan
berpesan jika kelak kembali ke Alam Baka ingin seperti yang lain dan
membutuhkan biaya sangat besar jumlahnya, karena merasa Almarhum suaminya
mantan Anggota Pejuang Rakyat Laskar Pagar Betis Indonesia Tanpa Tanda Jasa itu
juga sering menjadi Muazin (Juru Adzan) 5 waktu sehari di Mesjid tempat
kelurahannya berdomisili ketika di sisa usia-nya itu selama bertahun-tahun
lamanya yang menjadi kekuatan mental dan iman (Spirit) Nenek Jompo Duafa Renta
ini pula.
NKRI ini
tidak akan pernah merdeka tanpa turut
serta para Pejuang Rakyat Jelata salah satunya Anggota Laskar Pagar Betis
Indonesia dan Pengorbanan Nenek Jompo Renta dan Malang yang semua Harta
Benda-nya pada zaman dahulu sering sekali dijarah para Penjajah NKRI, yang
kemudian terjebak pula oleh faktor kepentingan dan manfa’at dilingkungan hidup
keluarganya ini. Sayangnya Nenek Jompo Duafa Renta “Ijriani Johariana” ini kini
secara fisik telah bongkok dan pendengarannya telah berkurang pula sebagai salah
seorang saksi sejarah dan saksi nyata yang masih hidup merdeka-nya NKRI ini. Kita
bantu bersama kembali kepada para Pejuang Rakyat Jelata “Nenek Jompo Duafa
Renta” selagi kita masih ada waktu dan masih memiliki kesempatan yang lebih
baik dapat saling membantu sesama Umat Manusia. Aku-pun (Penulis0 mengetahui
Kemerdekaan NKRI ini dengan segala perjuangan dan pengorbanan PAHIT dan GETIR-nya
pada awalnya dari kedua orang tua ini: “Emil Usmaryanto” dan “Ijriani
Johariana” ini pula sebelum Penulis ber-sekolah di desa / kelurahan tempat kami
berdomisili.
Pesan “Emil
Usmaryanto” itu sendiri ketika sedang sakaratul maut (dahulu) untuk Penulis Redaksional
yang sedang Anda baca ini: “Innama Amruhu Idza Aroda Syaean Anyakula
Lahu Kun Fayakun; Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya
“Jadilah!” maka terjadilah ia.”; Surat Yasin Ayat 82 dari Kitab Suci
Al-Qur’an. Dan pada waktu yang bersamaan kalimat terakhir “Emil Usmaryanto”
ketika sedang sakaratul maut pada orang-orang yang sedang menjenguk-nya itu: “Assalamu’alaikum”
dijawab oleh semua orang yang pada sedang membesuknya dengan jawaban: “Wa’alaikum
Salam Warachmatullahi Wabarakatuh..!!” secara bersamaan dan menggema
didalam ruangan Almarhum “Emil Usmaryanto” itu sendiri disaksikan sosok Nenek
Jompo Duafa yang tampak meneteskan air mata perpisahannya pada sosok Pejuang
Rakyat Laskar Pagar Betis Indonesia tanpa tanda jasa itu.
Salah seorang
Pejuang Rakyat Jelata Laskar Pagar Betis Indonesia dan juga sisa hidupnya yang
tangan kanannya lumpuh mantan Muazin di Mesjid setempat telah damai di Syurga
sana, kini isterinya sosok Nenek Jompo Duafa Renta ingin damai dalam hidupnya
pula, juga kelak. Penulis-pun ketika mengetik redaksional yang sedang Anda baca
ini hanya ditemani tetesan air mata dan ingin sekali bergabung dan menyusul Almarhum
Ayahku sebagai Pahlawanku yang tidak diketahui banyak orang karena kami tidak
butuh jabatan dan pangkat, kami sangat membutuhkan bantuan para dermawan
semuanya. Untuk itulah mari kita bantu bersama Nenek Jompo Duafa Renta ini
sekaligus dapat mengembalikan mental dan kesehatan-nya pula.
Aku
ada di muka bumi ini juga karena engkau Ayah-Bunda….
Aku
mengetahui adanya NKRI ini karena engkau Ayah-Bunda….
Aku
juga mengetik redaksional ini ditemani air mata karena demi harga diri engkau
Ayah-Bunda….
Aku
juga terusir, dihina, difitnah, ditekan secara mental, diancam senjata tajam
(masih berlangsung), akan diusir pula, aku berjuang untukmu Ayah-Bunda-ku….
Aku
berjuang demi harga diri engkau Ayah-Bunda karena ini telah menjadi salah satu
pelanggaran Hak Azasi Manusia, tapi Aku malah dipojokkannya, Ayah-Bunda….
Semoga
Bunda Yang Telah Renta Ini Tetap Panjang Umur dan sehat selalu…
Tuhan
sangat mengetahui siapa yang salah dan siapa yang benar dalam hidup ini…
Tuhan
sangat menyayangi Ayahku Pejuang Rakyat Laskar Pagar Betis Indonesia, itulah
mengapa Ayah telah dahulu Damai Di Syurga Sana dipanggil Tuhan terlebih dahulu
kesana, akupun ingin ikut bersamamu Ayah…..
Tapi
Bunda disini tidak ada yang menemaninya, saudara-saudara-ku yang lainnya sangat
membenci Aku dan juga membenci Bunda-ku ini demi faktor kepentingan dan
manfa’at lain…..
Aku
akan menemani Bunda (Nenek Jompo Duafa Nan Renta) selagi masih ada waktu dan
kesempatan dalam hidup ini, namun aku membutuhkan pertolongan pihak lain pula…
I
love you all…
=====o0o=====